Saturday, December 27, 2008


Kota Jakarta menjelang tahun 1970 digegerkan oleh prestasi penjahat yang bernama Taufik. Menurut catatan polisi ia telah merampok lebih dari 100 kali, tetapi yang aneh tidak seorangpun korbannya yang dilukai. Menurut laporan korban, penjahat itu sangat sopan dan tidak ada tampang kriminil. Ia selalu menyapa korban dengan sopan dan mengucapkan terima kasih setelah berhasil merampok.


Terkadang jika merampok di jalan, ia menanyakan apakah masih ada uang untuk ongkos pulang, jika tidak punya maka perampok itu memberikan uang seperlunya.

Penulis bertemu perampok itu di ruang tahanan Brimob Kwitang. Ketika itu ia sedang memberi nasehat kepada anak-anak remaja keluarga Brimob yang berdiri di depan ruang tahanan itu, dan nasehatnyapun sungguh baik sekali. Terkadang orang dapat mendengarnya sedang mengaji al Qur'an di sel tahanannya itu.

Dari pemberitaan koran diketahui bahwa Taufik dahulunya adalah seorang guru SMP di Nusa Tenggara Barat, dan termasuk guru yang dedikatip serta disukai masyarakat. Mengapa ia sampai terjerumus ke dalam profesi perampok, kata koran, disebabkan karena kecewa pada sistem. Setiap kali ia mengurus kenaikan pangkat, ia selalu terbentur kepada persoalan bahwa ia harus memberikan sejumlah uang kepada atasannya. Berkali-kali ia mengurus selalu terhambat masalah yang sama, padahal ia tidak memiliki uang yang diminta, sementara menurut penglihatannya, atasannya itu hidup berkecukupan, bukan orang yang kekurangan uang.

Dari pengalaman pahit itu kemudian tertanam perasaan dendam, dendam kepada semua orang yang berkecukupan. Ia tinggalkan pekerjaanya sebagai guru, dan sebagai gantinya ia merampok siapa saja yang nampak hidup berkecukupan. Ia merasa mewakili kelompok orang lemah yang tertindas, merampas harta orang-orang yang hidup berkecukupan. Di matanya, harta orang yang hidup berkecukupan itu pasti berasal dari pemerasan terhadap orang lemah seperti yang dilakukan oleh atasannya ketika ia masih menjadi guru.

Meskipun ia menjadi perampok, nampaknya karakternya sebagai guru yang ramah dan sopan tidak hilang, sehingga dari seratus lebih korbannya, tak satupun yang dilukai. Belakangan diberitakan bahwa uang hasil rampokannya itupun tidak digunakan untuk foya-foya sendiri, tetapi dikirimkan secara rahasia kepada teman-temannya sesama kaum tertindas.

Pada dasarnya Taufiq bukanlah penjahat, tetapi pengalaman pahitnya membuatnya gelap, dan karena ia tidak dapat mengambil hikmah dari pengalaman itu maka ia kemudian salah jalan. Untunglah ia kemudian tertangkap dan dipenjara. Di dalam penjara konon ia menjadi narapidana teladan, karena di sana ia benar-benar bertaubat.
Jika ada orang bertaubat, yang senang bukan hanya yang bersangkutan, tetapi bahkan Tuhan lebih antausias untuk menerima taubatnya itu.

Nabi pernah bersabda dalam sebuah hadis Qudsi yang menceriterakan bahwa:

artinya : Sungguh Allah lebih gembira terhadap taubat hambanya ketika ia sedang bertaubat, lebih besar dibanding gembiranya orang yang menemukan kembali kendaraannya yang hilang. Dicontohkan; seseorang sedang dalam perjalanan jauh di tengah padang pasir, tiba-tiba ontanya hilang berikut perbekalan yang ada diatasnya, maka ia putus asa untuk dapat meneruskan perjalanan, sehingga ia tiduran saja di tempat yang agak teduh tanpa ada harapan sedikitpun untuk dapat menemukan kembali ontanya. Tiba-tiba di tengah-tengah keputusannya ontanya sudah kembali berdiri dihadapannya, maka saking gembiranya ia memegang kendalinya dan berkata: Ya Allah Engkau benar-benar hambaku dan aku adalah tuhanmu, ia berkata terbalik karena sangat gembira menemukan kembali ontanya. H.R. Muslim. (Nah, Tuhan gembira melihat hambanya bertaubat melebihi kegembiraan orang yang menemukan ontanya itu).
posted by : Mubarok institute

Sumber : www.mubarok-institute.blogspo.com
Repost by : Agus prast

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

The iRreVersible : Don't let your voice echoes only in your backyard. "In matters of style, swim with the current; in matters of principles, stand like a rock."