Wednesday, December 31, 2008

Susahnya dapat anak...


Lama tak komunikasi dengan Yun Ying, membeuat kontak kami via Skype kemarin menjadi sangat hangat dan hidup.... Liu Yun Ying, sahabat akrabku dulu, kolega di Toshiba TEC S'pore, dan baru saja resigned dari TEC sekitar medio Oktober tahun ini. Daan saat ini ia sudah kembali ke negara asalnya di China daratan sana.
Dulu ketia dia masih di TEC, sering kami saling berkirim souvenir, ketika aku balik ke Jogja, atao ketika ia mudik ke china.. saling ngebawain sauvenir khas daerah asal kami masing2. Aku seringnya hunting di malioboro..., buat cari souvenir. Atau pernah juga kami sekedar jalan jalan di S'pore dengan kawan2 lain ....well what a nice memory..
Obrolan kami kemarin dimulai ketika dia kasih ucapan Happy Moslem New Year (rupanya dia juga mengikuti hari2 besar di Indonsia) yang jatuh di hari senin kemarin...kemudian nanyain tentang khabar kehamilan istriku dan kapan my baby will be delivered... dari sinilah obrolan kami mulai mengangkat tema2 tentang seputar kehamilan dan kelahiran. Ketika aku tanya dia, "gimana udah hamil belum?" dia jawab: "actually everyone asks me for the same question, included my mother in low, but I still not yet plan to have a kid.., mmm...coz I thought I get the job first...." kemudian aku pancing dengan pertanyaan : "in indonesia, ussually a new couple will be soonly make a plan to have a kid...", "actually Chinese thinking like that also.., that's why my mother in low asks me when will i get a good news from you, he he.." jawab Yun Ying...
Dari dia juga aku baru tahu kalo di China ternyata di berlakukan peraturan yang mengontrol kelahiran bayi secara ketat. Secara peraturan/anjuran dr goverment jumlah anak untuk satu keluarga adalah sama dengan Indonesia yaitu 2 anak. Namun demikian di China lebih detail lg peraturannya, disertai penalty (denda) bagi yg melanggar :
1. If the first baby is boy then we cannot get the second kids
2. If the first baby is girl then we can get the second kids. then stop
If the first baby is boy then you want to get the second kids , the penalty is very higher. Dia bilang denda ato penalty yang harus dibayar ke goverment adlh S'pore $3K or $4K (Udah dlm konversi dolar S'pore dr Yuan) atau kalo dirupiahkan dlm kurs Sg$1 = Rp.7.5k berarti 4k x 7.5k = Rp. 30 juta, hmm untung di Endonesa ga diberlakukan perarturan ini, coba kalo iya...keluarga ku sendiri ada 5 bersaudara (aku yg nomor 5 plng bontot), bisa2 kena denda 90 juta....
Lain di China lain lagi di S'pore, kalo di China gvrmentnya berusaha mengontrol jumlah bayi yg lahir dengan pemberlakuan penalty, justru kalo di'spore gvrmentnya malah membuat program peningkatan kelahiran dengan memeberikan insentive dan baby bonus, serta anjuran ato kampanye untuk punya anak lebih dr 2 orang.
Memang saat ini pemerintah s'pore sangat khawatir melihat realitas angka kelahiran di S'pore yang sangat rendah, dalam sebuah artikel yang pernah saya baca angka birthrate disana kurang dari 1.25 bayi per wanita.Lebih extrim lagi artikel tersebut menulis kalo saat ini kondisi ini telah menjadi issue nasional yang sangat significant sama dengan issue perang melawan terorist, ..wow...
Dalam sejarahnya, negara dgn luas 400an mill persegi ini, pd thn 1960an keluarga dgn 5~6 anak adlah hal yg biasa, kemudian br pada 1970an pemerintah mulai mengontrol kelahiran dengan 2 anak serta pemberlakuan denda dan tax yang tinggi untuk membatasi kelahiran, dan hasilnya ternayat 'sangat sukses" pd tahun 1987 angka kelahiran mulai drop dan puncaknya tahun 2000an ini dimana seperti tsb diatas menjadi issue nasional yg sangat significant.
Saat ini pemerintah s'pore memberikan subsidy sekitar SG$7k untuk satu anak, dan SG$14K untuk anak kedua... dan continual untuk anak selanjutnya...
Ada artikel menarik yang saya baca juga, diaman sebenarnya uang juga bukan menjadi satu satunya factor utama dari menurunnya angka kelahiran bayi disana, tetapi juga faktor bilogis dan phsycologys...:
The real problem is a biological/psychological one. If we want our birth rates to increase, then we must get people to marry earlier, and to start a family earlier. Waiting till one is over 30 to start a family will necessarily reduce the ability to sire more children, even if, more likely than not, money would not be a problem then.
Can we slow down a bit but not jeopardise our competitive edge? Can we consciously change the way we measure success and happiness or in other words, change our KPIs?

mungkin syndrom dari negara industri maju diaman penduduknya menjadi sangat produktif dlm bekerja, dan dimana setiap individu mempunya target KPI (Key Performance Indicator) sendiri2, sehingga ada anggapan anak mungkin akan mjd penghambat karier mereka, sehingga mereka cenderung menunda pernikahan samapai late diatas 30.. kecenderungan ini tentu membuat program Insentive dan baby bonus dr pemerintah mereka menjadi tidak akan well work..,
Oh ya ada satu artikel menarik juga, dimana ada ide untuk mengatasi minimnya angka kelahiran dengan berpoligami ... (he he dasar laki laki yg kayak gini yg di zoom-out)
Some have suggested polygamy as a solution. It is conceivable that polygamous relationships where older men marry and support a younger wife or two may increase birth rates, but this comes with higher social costs and inequity that our womenfolk would not soon accept. It is a fact that from the procreation perspective, it just won’t work the other way around. Women are necessarily ‘out of action’ for at least 9 months but the menfolk can ‘keep at it’.
ha ha tapi masih wacana kayaknya, ....karena jarang saya dengar ada orang s'pore punya 2 istri...
So.. bagi kita yang masih di Endonesa gimana? hajar terus bro...selagi belum ada denda utk bikin anak banyak ha ha....
Quoted by Agus Prast on www.filisthiner.blogspot.com

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

The iRreVersible : Don't let your voice echoes only in your backyard. "In matters of style, swim with the current; in matters of principles, stand like a rock."